Thursday, May 10, 2007
JAZIRAH KERINDUAN
I)
apa yang dapat kau mengerti dari sajak-sajakku kali ini
tentu tak dapat kau tamukan berita yang pasti
beku yang menyumbal di otak
bersama arus liar yang tersisa di alis matamu
paragraf luka yang mencoba menyaput jangtungku menjadi kisah para penyair
sementara disini sajak-sajakku berteriak nyaring
" wahai dengarlah para perindu ?". tapi tak ada yang terbaca
semua kelam
di sungai-sungai ini hanya arus liar mengobrak- abrik tubuh
yang menggelepar di batu-batu hangus
dan membawa api pemujaanmu berlayar ke sebuah negeri yang terbakar
pernahkah kau bayangkan selepas angin dan badainya menyambar sukma?
di sepanjang musim dapat kau rindui rengat-rengat nafasku
lalu muara-muara perlahan berdesir di bawah terik matahari
ii)
jangan kau tanya sajak-sajakku kali ini
rumput-rumput sudah lama terdiam pada gubuk angin dan selimut sepi
kenangan menjadi sepenggal nyanyian cinta yang kerap terdampar di jalan- jalan
bersama renta pasir yang sarat menyisiri gemuruh badai do'a-do'amu
"aku ingin jadi penyair".tapi tak ada kata -kata disini
semua kering
hutan-hutan telah menjelma lolongan air mata
dan tak ada yang dapat manafsirinya
hanya cuaca kawah menunggu, menjerit, menembus langit
terkepak menyandang burung-burung
gerimis berdebar dengan mantra-mantra batu
angin, dan rumput berkabut terperanjat lalu menjerit saat malam menyapu
tak ada yang perlu kau mengerti dari sajak-sajakku kali ini
bumi telah kuyup oleh basah hujan
lalu menjelma burung-burung yang hinggap di setiap dataran teduh jiwaku
di perbatasan sunyi
dengan sesirah cahaya,
lumpur-lumpur mendekapku,dan lekuk pandang patah
bertebaran menggelegakkan sebuah perhitungan baru
dari rahim palung paling terjal
mengantarkan jejak basah pada cadas karang yang telanjang
tebing berpuing, berujung membirukan sebuah kota yang tenggelam
riak dan muara-muara kutukan
iii)
apa yang dapat kau mengerti dari sajak-sajakku kali ini
tentu tak dapat kau temukan berita yang pasti
dan laut hanya menyisakan badai dari keringat-keringat sajadahmu
menyajikan pengap dari biru ajalku
cuaca berpagut bersama seserpih langsat dari aroma hangus
pada kemarau nafasmu menghujamku mengaliri lelembah sunyi
"aku ingin jadi penyair ".tapi tak ada yang sanggup kulukis disini
semua hilang lenyap
yang kulihat hanya gejolak api sabdamu gemetaran menyumpahi daun-daun
perlahan membakar habis tebing ngarai yang berliku dalam tubuhku
menyulap pasir-pasir merinduinya sepanjang abad
Label:
09 juli 2006,
longos telentean
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment