Thursday, May 10, 2007

MEREBUT KOTA PERJUANGAN

setelah bertahun tahun kau tempuh sibak sibak jalan
dengan warna darah bendera dan beban dosa dosa pengabdian
dengan pupus tulang dan nasib nasib tanah yang dulu tersimpan
kugenggam kembali mimpi mimpi dan kerinduan kenangan
yang mengembang rekah di pucuk matamu. masa silam yang tertumpah luruh
yang membatu dari bentangan lama dan ribuan sejarah kemerdekaan bangsa
serta penghormatan tua untukmu. melalui senja bunga bunga daun
yang tumbuh, pohon pohon yang memajang sayup di paras jendela
mengabarkan tembang tembangan

dari masa lalu kau datang, menghabiskan sisa usai di tangan
di tanah ini. berlayarkan kapal kapal keringat melepas tragedi hidup
mengutuk salam kebebasan, menghabiskan bara jiwa di jalan jalan
yang bangkit ketika dunia baru dilahirkan dari bumi penjajahan perang kedua
dimana tempat tempat yang kau puja pernah menggubah masa depan

kini telah kembali berbuih pada ribuan jantung terkepal
bendera bendera dan pengkhianatan hidup antar suku budaya dan kenyataan
tanah ini telah lama memandang, ceceran darah bocah bocah kaum generasi
serta kenangan duka yang begitu lama beradu, dengan pengab jiwa
melawan dan mendesah dalam amarah. dan kemusnahan persatuan
yang dibarak bakar tegur sapa prasangka, dari dendam keyakinan
kedasar rasa amanat kemanusiaan

hingga tatapan itu telah tumbuh dengan sungkur dahaga dan perjuangan
sementara orang orang telah membunuh rabun impianmu yang dibutakan dalam ingatan
menjadi kabar resah seorang pejuang generasi yang tak pernah pulang
disana kota kota masih penuh dengan mandian cahaya dan letusan letusan senjata
bocah bocah yang melintas melembab ditengah jalan jalan berbatu
menyelamkan tapak jejak kaki jutaan barisan para pecundang

disini beribu alun kota dari jera gemuruh suara surag suragan
dihadapan panopang tombak sejarah estafet para pejuang tanah merdeka
dan tatapan matanya yang masih berlumut mewarnai bunga cempaka tulang punggung
serta kancap rusuk jantung kaum generasi, aspal lelorong; gedung gedung berbeton
dan harum tanah yang memekar dalam jiwa, membatu atap diujung daki

telah berulang kali kau kembali, menembus dendang tandus kelahiran
pemuda pemuda yang gagah bertahan dengan ikat selapang merah putih di kepala
bendera yang berkibaran di wajahnya menyimpan suara tanah dan lagu lagu tercinta
pada jalan jalan setapak, kota kota yang berdebu dan kemerdekaan dunia
maka lihatlah kini perjuangan itu telah dibuka. sebagai warisan anak bangsa
untuk menegakkan kembali impian dan kepemilikan jiwa jiwa
rasa tanggung jawab, harga diri dan negeri kedaulatan

di kota itu. sepanjang ujudmu, tanah ini telah lama menyalakan api
kemerdekaan para pejuang yang merintih menangisi kemenangan sejarah
tempat ingatan kelam tentang nama nama peristiwa dan pendosa takdir masa lalu
yang pernah memangkumu meninggalkan kampung negeri kelahiran
dibatas antara jeruji dendam dan kerinduan lama di ubun mataku

hingga kini kau dengar kembali irama kenangan haru di kota tu


yang telah tumbuh subur menjadi warna senyum dan canda bersama
masih kurindukan jua, pilar piar lembab dan berbau usia di tubuhmu
melewati derai musim, angin muzon yang mendedah ribuan gerbang
rumah rumah yang bergelora separuh jalan, mengapung jauh membasahi kembali
ikal bukit dan pulau pulau suram dijarah wajahmu

aku sudah lama percaya, kota ini. sambil mengenang lereng tanah tanah
dan tujan impian, dengan remang mata, berjatuhan hujan salju dalam tanganmu
yang dulu pernah mengulur merdu nyanyian dari sisa sisa mimpi yang rekah
mengabarkan kembali perjuangan tangan tangan yang menderai tewas di bumi halaman
aku terpendam sekian lama, di negerimu yang terus terjaga dengan dadap darah
menjadi jalan panjang berkelana dan berjuang merebut kembali kota impian

sejak dulu telah kujenguk lagi dari aqabah mimpimu, mungkin kau datang
dari ketulusan sejati menuju arah yang tersipu tangis dan deras airmata sukacita
setelah kini kau tinggalkan negeri masa lalu, yang mengakhir di datar jalan kota
pertempuran palang panorama hakiki dan pembelaan yang menyapa suatu masa
yang belum kita paham. telah terpisahkan kota kota diletus kenanganmu
gemuruh ledakan demi ledakan dari sisa trotoar yang mendidih sepanjang hidup
di jantungku, pada jejak gaduh jiwa jiwa ribuan korban yang terus bergelimpang
dalam putaran zaman, dari impianmu di tanah itu. telah kulalui pejuang pejuang tanah
yang merdeka, yang pernah mentaruh masa depan dengan kucuran darah
dan mimpi mimpi para penguasa

hanya padamu aku datang—kelak diantara mesra kenangan masa silam
merindukan kembali jejak pulang, dengan cerita kanak kanak dan dupa perjalanan
yang dibangun dengan sekarat jiwa semangat, tentang ikrar lama bendera bendera
tempat kau menunggu dari ronta ronta gelandangan, orang orang yang pernah menderita
di pintu sejarah, bocah bocah yang mengadukan kartu kartu penjajahan ratusan bangsa
masih kuingat di matamu, jejak itu telah lama mengembang sulang
membaluri tanah ini dengan perang nurani, perang saudara, perang antar suku
serta pertikaian pertikaian dan perang budaya antar peradaban

di kota itu seperti dulu kau temukan wajah wajah duka, yang terpendam
dengan sayup suara terlepas dan teriak lantang dalam kesumat kesedihan
kini mengayuh kembali pada zaman kolonial baru. mendaki dan menurun
dari curam kerinduan. hingga kemudian kaupun datang, melaju bisu dari balik mimpi
tersendat dan terjegah di kota itu, sambil mentaruh garis garis peta
dari taburan bunga bunga sarodem, di tanganmu yang lama tak berudara
mengguratkan safa fajar. ketika dulu pernah kulupa warna tanahmu yang muram
dilangit pendar jejakku sepanjang hidup dalam merebut kembali kota perjuangan

No comments: